• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Info Iklan
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Kontak Kami
  • Home
  • Nasional
  • Ekonomi
  • Parlemen
  • Politik
  • Hukum
  • Daerah
    • Pekanbaru
    • Kampar
    • Pelalawan
    • Siak
    • Bengkalis
    • Dumai
    • Rohul
    • Rohil
    • Inhu
    • Inhil
    • Kuansing
    • Meranti
  • Pemerintahan
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • More
    • Religi
    • Video
    • Pilihan Editor
    • Terpopuler
    • Galeri
    • Indeks
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Info Iklan
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Kontak Kami
  • Nasional
  • Ekonomi
  • Parlemen
  • Politik
  • Hukum
  • Daerah
  • Pemerintahan
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Religi
  • Video
  • Meranti
  • Kuansing
  • Inhil
  • Inhu
  • Rohil
  • Rohul
  • Dumai
  • Bengkalis
  • Siak
  • Pelalawan
  • Kampar
  • Pekanbaru
  • Pilihan Editor
  • Terpopuler
  • Indeks
Masukkan Kata Kunci atau ESC Untuk Keluar
PILIHAN +INDEKS
Meledak, Peserta Riau Edutech Campus Summit 2025 Penuhi Gelanggang Remaja
Dibaca : 12675 Kali
Sah, KPU Riau Tetapkan Paslon Abdul Wahid - SF. Hariyanto Sebagai Gubernur Terpilih Pilkada 2024
Dibaca : 12227 Kali
Panwascam Pangakalan Kerinci Tertibkan Ratusan APK
Dibaca : 22368 Kali
Targetkan Satu Kursi Satu Dapil, Partai Ummat Serahkan Berkas Bacaleg ke KPU Pekanbaru
Dibaca : 25936 Kali
Suami Selingkuh, Istri ASN Diskop Pekanbaru Ini Lapor ke BKPSDM
Dibaca : 27301 Kali

  • Home
  • Nasional

Mengembalikan Peran Ayah: Meneladani Konsep Murobbi dalam Tumbuh Kembang Anak

Redaksi

Jumat, 19 Desember 2025 10:01:14 WIB
Cetak
Mengembalikan Peran Ayah: Meneladani Konsep Murobbi dalam Tumbuh Kembang Anak
Iswadi M. Yazid (Pemerhati Hukum Keluarga Islam)

Penulis: Iswadi M. Yazid (Pemerhati Hukum Keluarga Islam)

Pendahuluan: Krisis di Balik Fenomena Fatherless Country.

Indonesia saat ini tengah menghadapi krisis sunyi yang sering luput dari perhatian kebijakan publik: fenomena "Fatherless Country". Predikat ini bukan sekadar label sosiologis yang provokatif, melainkan cerminan realitas pahit di mana Indonesia kerap disebut menempati peringkat ketiga di dunia sebagai negara dengan angka ketiadaan peran ayah tertinggi. Berdasarkan data terbaru dari Pemutakhiran Pendataan Keluarga 2025 (PK-25), sekitar 25,8% anak Indonesia atau setara dengan belasan juta anak tumbuh tanpa keterlibatan ayah yang memadai. 

Fenomena ini bukan berarti sang ayah tidak ada secara fisik. Banyak ayah yang pulang ke rumah setiap hari, namun mereka "absen" secara psikologis, emosional, dan edukatif. Dalam budaya patriarki yang salah kaprah, tugas ayah sering kali dikerdilkan hanya sebatas mencari nafkah atau Ma’isyah. Ayah dianggap sebagai "ATM berjalan" yang tanggung jawabnya dianggap gugur begitu kebutuhan materi terpenuhi. 

Padahal, dalam perspektif hukum Islam, seorang ayah adalah jantung dari pendidikan karakter anak. Ketidakhadiran ayah secara kualitatif merupakan pengabaian terhadap hak-hak anak yang secara yuridis harus dipenuhi. 

1. Ayah sebagai Qowwam: Rekonstruksi Makna Kepemimpinan dan Tanggung Jawab Hukum 
Dalam diskursus Hukum Keluarga Islam, istilah Qowwam yang termaktub dalam Surah An-Nisa ayat 34 sering kali menjadi titik pusat perdebatan. 

Banyak yang terjebak pada pemaknaan tunggal bahwa Qowwam hanyalah hak istimewa laki-laki untuk ditaati. Padahal, jika kita bedah secara mendalam, Qowwam adalah sebuah beban tanggung jawab (mas’uliyyah) yang mencakup aspek proteksi, edukasi, dan pemenuhan hak-hak psikologis anggota keluarga. Secara etimologis, Qowwam merupakan bentuk mubalaghah (pendalaman makna) dari kata Qoma. Ia bukan sekadar "berdiri", melainkan "senantiasa berdiri tegak". Ini mengisyaratkan bahwa seorang ayah harus memiliki kesigapan 24 jam untuk mengurusi (al-qiyam ‘ala), melindungi, dan memastikan stabilitas rumah tangga.

Dalam perspektif hukum, kepemimpinan ayah adalah kepemimpinan yang bersifat khidmah (pelayanan), bukan diktatoris. Ayah yang menjalankan fungsi Qowwam dengan benar tidak akan membiarkan istrinya menjadi single parent dalam rumah tangga yang utuh. 

Keterlibatan dalam Fase Krusial dan Perlindungan Fitrah Seorang ayah yang memahami hakikat Qowwam akan menyadari bahwa tugasnya tidak berhenti saat uang belanja diletakkan di atas meja. Ia harus terlibat dalam fase-fase krusial perkembangan anak, mulai dari penentuan lingkungan pergaulan hingga hadir dalam momen pengambilan rapor. 

Kehadiran fisik ayah dalam momen-momen sekolah bukan sekadar formalitas administratif, melainkan pesan kuat kepada anak bahwa: "Ayah mendukungmu, Ayah mengawasimu, dan Ayah bangga padamu." Kepemimpinan ayah adalah perisai bagi Fitrah anak. Tanpa kehadiran ayah sebagai filter, anak-anak akan tumbuh dalam "kekosongan figur" yang mengakibatkan mereka mencari validasi dari dunia luar melalui pergaulan bebas atau kecanduan gawai. 

Dampak Psikologis-Yuridis Absensi Ayah Secara yuridis, dalam UU Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam (KHI), kedudukan ayah sebagai kepala keluarga memiliki konsekuensi untuk menjaga kehormatan dan memberikan pendidikan yang layak. Ketika seorang ayah "absen secara emosional" meskipun ada secara fisik, ia sebenarnya tengah melakukan pengabaian hak anak secara halus.

Anak yang kehilangan figur Qowwam akan kehilangan orientasi problem-solving. Ayah memberikan logika berpikir dan keberanian menghadapi dunia. Maka, mengembalikan peran Qowwam ke dalam rumah adalah langkah pertama untuk menyembuhkan luka sosial bangsa ini. 

2. Belajar dari Kurikulum Luqman Al-Hakim: Ayah sebagai Murobbi dan Arsitek Peradaban 
Islam sesungguhnya telah memberikan "cetak biru" pengasuhan yang luar biasa melalui kisah Luqman Al-Hakim yang diabadikan secara khusus dalam Al-Qur'an. 

Jika kita menelaah teks suci ini dengan kacamata kritis, kita akan menemukan sebuah fakta revolusioner yang sering kali terabaikan oleh masyarakat kontemporer: Al-Qur’an justru lebih banyak mengabadikan dialog antara ayah dan anak dibandingkan antara ibu dan anak. 

Realitas tekstual ini bukanlah sebuah kebetulan, melainkan sebuah koreksi profetik bagi budaya patriarki yang selama ini secara keliru menganggap bahwa pengasuhan adalah tugas eksklusif perempuan, sementara laki-laki cukup berdiri di kejauhan sebagai penyokong finansial. Sebagai seorang Murobbi (pendidik ruhani), Luqman menunjukkan bahwa peran ayah yang sesungguhnya adalah menjadi arsitek peradaban yang merancang struktur batin anak melalui tiga pilar utama pengasuhan.

Pilar pertama adalah penanaman tauhid, di mana ayah bertindak sebagai benteng akidah. Luqman tidak memulai nasihatnya dengan urusan duniawi, melainkan dengan kalimat yang penuh kasih sayang: "Ya bunayya, la tusyrik billah" (Wahai anakku, janganlah engkau menyekutukan Allah).

Di sini, ayah memegang otoritas penuh dalam menjaga keselamatan akidah anak agar mereka tidak kehilangan jati diri di tengah arus sekularisme yang kencang. Dalam perspektif hukum keluarga Islam, tauhid bukan sekadar doktrin teologis, melainkan fondasi keamanan psikologis yang membuat anak memiliki "pegangan" yang kokoh. Anak yang memiliki tauhid yang lurus dari lisan ayahnya tidak akan mudah goyah atau kehilangan arah saat menghadapi badai kehidupan, karena ia tahu kepada siapa ia harus kembali. 

Selanjutnya, kurikulum Luqman menekankan pada pembentukan adab dan integritas diri. Ayah bukan sekadar pengawas, melainkan sosok Muaddib (pemberi adab) yang mengajarkan bagaimana cara berjalan di muka bumi tanpa kesombongan serta cara berbicara dengan santun dan bermartabat (QS. Luqman: 18-19). Keteladanan ayah dalam menjaga sikap, tutur kata, dan integritas di rumah akan menjadi standar moral bagi anak yang tidak akan pernah bisa digantikan oleh kurikulum sekolah secanggih apa pun. 

Hal ini berkelindan dengan pilar ketiga, yaitu kepekaan sosial dan aktivisme ibadah. Luqman memerintahkan anaknya untuk mendirikan shalat sekaligus berani berbuat ma'ruf dan mencegah kemunkaran (QS. Luqman: 17). Melalui instruksi ini, ayah melatih empati anak dan menanamkan keberanian untuk membela kebenaran di tengah masyarakat.

Hasil akhir dari keterlibatan ayah sebagai Murobbi ini adalah lahirnya anak yang memiliki Izzah sebuah harga diri yang mulia dan kehormatan batin yang kuat. Anak yang memiliki Izzah tidak akan mudah terjebak dalam rasa minder, kecemasan sosial, atau terpapar gangguan kesehatan mental yang marak di era digital ini. 

Hal ini terjadi karena fondasi batin mereka telah dikokohkan oleh pengakuan, bimbingan, dan kehadiran nyata dari sosok ayah yang tidak hanya hadir sebagai kepala keluarga, tetapi juga sebagai pendamping spiritual dan intelektual mereka. Dengan demikian, pengasuhan ala Luqman adalah bukti bahwa kehadiran ayah adalah syarat mutlak bagi lahirnya generasi yang tangguh secara mental dan mulia secara akhlak. 

3. Pentingnya Hiwar dan Komunikasi Thayyibah: Membangun Jembatan Hati Antara Ayah dan Anak 
Salah satu kelemahan mendasar yang kerap ditemukan pada pola asuh ayah di Indonesia adalah kegagalan dalam membangun komunikasi yang bersifat dialektis. Dalam banyak struktur keluarga, ayah masih sering terjebak dalam model komunikasi "satu arah" yang bersifat instruktif dan otoriter. 

Sosok ayah hadir sebagai pemberi perintah atau hakim atas kesalahan anak, namun sering kali gagal melakukan Hiwar, yakni dialog dua arah yang setara, mendalam, dan berbasis pada rasa saling menghargai. Padahal, Al-Qur’an telah menyuguhkan sebuah model komunikasi yang sangat progresif dan melampaui zamannya melalui kisah Nabi Ibrahim AS. 

Ketika menerima perintah yang sangat berat untuk menyembelih putra tercintanya, Ibrahim tidak menggunakan otoritas kenabian atau posisi ayahnya untuk memaksa, melainkan bertanya dengan penuh kelembutan: "Fandzur madza taro" (Maka pikirkanlah, apa pendapatmu?). (QS. Ash-Shaffat: 102). Narasi ini mengajarkan bahwa pertanyaan "Bagaimana pendapatmu?" adalah level tertinggi dari keterlibatan seorang ayah, karena di dalamnya terkandung pengakuan terhadap eksistensi, akal, dan kemanusiaan sang anak. Dalam kacamata Hukum Keluarga Islam, kepemimpinan seorang ayah (Qowwam) bukanlah bentuk kediktatoran, melainkan amanah yang harus dilandasi oleh asas musyawarah (Tasyawur). 

Ketika seorang ayah melibatkan anak dalam diskusi, ia sebenarnya sedang menanamkan benih kepercayaan diri yang sehat dan mengasah kemampuan berpikir kritis (critical thinking). Anak yang suaranya didengar di rumah tidak akan mudah mencari validasi semu di dunia luar, karena mereka merasa dihargai secara utuh oleh figur paling otoritatif di hidupnya. 

Agar jembatan hati ini terbangun dengan kokoh, seorang ayah juga harus menguasai kekuatan Qoulan Layyina (perkataan yang lemah lembut) dan Komunikasi Thayyibah. Di tengah fenomena banyaknya remaja yang mencari pelarian di luar rumah baik melalui pergaulan bebas maupun pelarian digital sering kali akar masalahnya adalah rasa "takut" atau "terhakimi" saat berhadapan dengan ayahnya. 

Dengan menggunakan tutur kata yang lembut, seorang ayah sebenarnya sedang menciptakan ruang aman secara psikologis (psychological safety). Ruang inilah yang menjadi benteng pertahanan utama yang menyelamatkan anak dari krisis identitas di masa remaja. Ayah yang hadir secara komunikatif bukan sekadar teman bicara, melainkan pembangun jembatan kepercayaan (bridge of trust) yang akan menjaga anak dari tekanan teman sebaya (peer pressure), sehingga anak tetap memiliki kompas moral yang jelas meskipun badai sosial menerjang mereka. 

4. Memutus Rantai Fatherless melalui Teladan Rasulullah SAW 
Ada stigma bahwa ayah harus dingin agar disegani. Padahal, Rasulullah SAW adalah sosok ayah dan kakek yang sangat hangat. Beliau mencium cucunya di depan umum, bermain bersama mereka, dan mendengarkan mereka. Rasulullah mengajarkan bahwa maskulinitas tidak boleh menghilangkan Rahmah (kasih sayang). Ketiadaan peran ayah berkorelasi dengan tingginya angka kriminalitas remaja. Maka, kehadiran ayah di rumah harus membawa ketenangan (Sakinah), bukan ketakutan. 

5. Tanggung Jawab di Hadapan Allah 
Ayah harus merenungi QS. At-Tahrim: 6: "Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka". Ayat ini menetapkan beban Mas'uliyyah (pertanggungjawaban) di pundak ayah. Menjadi ayah yang terlibat berarti memastikan setiap butir nasi yang diberikan dibarengi dengan siraman rohani. Ayah harus tahu apa yang dipelajari anaknya, siapa gurunya, dan nilai apa yang tertanam di kepalanya. 

Penutup: Investasi Terbesar Seorang Ayah 
Keterlibatan ayah dalam tumbuh kembang anak adalah investasi yang hasilnya terasa hingga akhir hayat. Mari kita hapus predikat Fatherless Country dari negeri ini. Mari kita kembalikan sosok ayah ke tengah keluarga sebagai nakhoda, sahabat, dan guru. Anak tidak hanya membutuhkan nafkah yang Halalan Thayyiban, tapi juga kehadiran ayah yang hadir dan berinteraksi secara nyata. Wallahu a’lam.***

 


 Editor : Ew

Ikuti Pelalawanpos.co


Pelalawanpos.co

BERITA LAINNYA +INDEKS
Nasional

IMAPPEL Sumbar Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Tanah Datar

Kamis, 18 Desember 2025 - 11:29:39 WIB

Tanah Datar (PelalawanPos)– Ikatan Mahasiswa Pelajar Pelalawan Suma.

Nasional

Himadikum dan MAPALA UMRI Tinjau Langsung Dampak Banjir di Desa Garoga Tapanuli Selatan

Ahad, 14 Desember 2025 - 11:57:25 WIB

Tapanuli Selatan (PelalawanPos)— Ketua Himpunan Mahasiswa Hukum (Hi.

Nasional

DPP IKA UIR Salurkan 1 Colt Diesel Bantuan Tahap Awal untuk Korban Banjir di Sumatera Barat

Kamis, 11 Desember 2025 - 14:58:03 WIB

Pekanbaru (PelalawanPos)— Musibah banjir yang melanda sejumlah wila.

Nasional

JMSI Resmi Usulkan Dahlan Iskan Sebagai Penerima Anugerah Dewan Pers 2025 Kategori Spirit Media Baru

Rabu, 10 Desember 2025 - 18:16:23 WIB

Jakarta (PelalawanPos.co)- Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) resm.

Nasional

HIMA PERSIS Pelalawan Salurkan Bantuan Kemanusiaan untuk Korban Bencana di Aceh, Sumut, dan Sumbar

Rabu, 10 Desember 2025 - 08:54:30 WIB

Pangkalan Kerinci (PelalawanPos)-Pimpinan Daerah Himpunan Mahasiswa P.

Nasional

Bantuan Kemanusiaan Pelalawan untuk Korban Bencana Solok Telah Diserahkan

Selasa, 09 Desember 2025 - 10:33:03 WIB

Sumbar (PelalawanPos  – Bantuan kemanusiaan dari Pemerintah Ka.

TULIS KOMENTAR +INDEKS


Terkini +INDEKS
Ustadz Wandi Syaputra Tekankan Pentingnya Peran Ayah dalam Kehidupan Keluarga
19 Desember 2025
Pemkab Pelalawan Salurkan Bantuan Lanjutan untuk Korban Bencana di Aceh, Sumut, dan Sumbar
19 Desember 2025
DPD Gerakan Rakyat Pelalawan Galang Dana untuk Korban Bencana Alam di Sumatera
19 Desember 2025
Polres Pelalawan Amankan Empat Pengedar Narkoba, Sita 8 Paket Sabu
19 Desember 2025
Mengembalikan Peran Ayah: Meneladani Konsep Murobbi dalam Tumbuh Kembang Anak
19 Desember 2025
IMAPPEL Sumbar Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Tanah Datar
18 Desember 2025
H. Ali Amran, SE Resmi Dilantik sebagai Ketua DPD NasDem Kabupaten Pelalawan
18 Desember 2025
Desa Pangkalan Terap Ditetapkan sebagai Sasaran Program TMMD 2026
18 Desember 2025
Naufal Yudistira Resmi Pimpin IPMR-KP Yogyakarta Periode 2025–2026
17 Desember 2025
400 Guru Ngaji di Pelalawan Terlindungi BPJS Ketenagakerjaan melalui Program SERTAKAN
17 Desember 2025
TERPOPULER +INDEKS
  • 1 Desa Pangkalan Terap Ditetapkan sebagai Sasaran Program TMMD 2026
  • 2 Naufal Yudistira Resmi Pimpin IPMR-KP Yogyakarta Periode 2025–2026
  • 3 400 Guru Ngaji di Pelalawan Terlindungi BPJS Ketenagakerjaan melalui Program SERTAKAN
  • 4 Camat Langgam Apresiasi Bantuan Pendidikan Rp100 Juta dari PT EMP
  • 5 Komnas PA Pelalawan Berikan Edukasi Hukum Perlindungan Anak kepada Kepala Sekolah
  • 6 HIPMAWAN Pelalawan Kecewa Izin Penggunaan Jalan Datuk Laksamana untuk PT Arara Abadi
  • 7 Himadikum dan MAPALA UMRI Tinjau Langsung Dampak Banjir di Desa Garoga Tapanuli Selatan

PT. INSAN PERS PELALAWAN
Jl Pulau Payung Pangkalan Kerinci Kota- Pelalawan-Riau
Email: pelalawanpos@gmail.com

Tentang Kami
Redaksi
Pedoman Pemberitaan
Info Iklan
Kontak
Disclaimer

©2021 Pelalawanpos.co - All Rights Reserved By Delapan Media