Meledak, Peserta Riau Edutech Campus Summit 2025 Penuhi Gelanggang Remaja
Panwascam Pangakalan Kerinci Tertibkan Ratusan APK
Suami Selingkuh, Istri ASN Diskop Pekanbaru Ini Lapor ke BKPSDM
GAJAH: RAKSASA TERAKHIR YANG TERLALU BESAR UNTUK DUNIA YANG MENGECIL
Penulis Oleh: Ufaira Fadhilah AndymBiologi, Universitas Andalas
PelalawanPos-Di antara sekian banyak makhluk hidup yang pernah menghuni bumi ini, gajah merupakan satu dari sedikit raksasa yang belum tumbang oleh zaman. Mereka membawa warisan jutaan tahun evolusi makhluk hidup, saat mamalia raksasa pernah meramaikan planet ini sebelum akhirnya kalah oleh perubahan iklim dan hadirnya manusia.
Namun kini, ironi lain muncul bukan lagi dunia yang terlalu besar bagi gajah, melainkan gajah yang menjadi terlalu besar untuk dunia yang kian mengecil dan terjepit oleh hutan yang menyusut, kebun yang meluas, dan batas-batas yang manusia ciptakan.
Di Riau, terutama di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), drama itu berlangsung setiap hari, diam namun mendesak. Di sanalah, raksasa terakhir ini mencari ruang hidup yang terus dirampas dari langkah-langkah besarnya. Gajah tidak langsung lahir sebagai raksasa. Nenek moyangnya, Moeritherium, yang hidup sekitar 37 juta tahun lalu, ukurannya hanya sebesar anjing dewasa.
Tubuh mereka membesarsecara perlahan, mengikuti perubahan lingkungan pada saat itu yang menuntut tubuh lebih besar untuk bertahan. Ukuran raksasa memberi kelebihan bagi mereka yaitu tubuh besar mampu menyimpan lebih banyak energi, menjaga suhu tubuh lebih stabil, dan membuat predator alami berpikir dua kali sebelum mendekat.
Dalam dunia yang keras, kelebihan itu adalah tiket yang penting untuk bertahan hidup.Berbeda dengan dinosaurus yang musnah akibat hujan asteroid dan perubahan iklim yang ekstrem, gajah berada pada garis waktu yang lebih beruntung dimana mereka muncul jutaan tahun setelah bencana besar itu lewat. Namun, mengapa megafauna atau hewan besar lain seperti mammoth, mastodon, atau sloth raksasa justru hilang, sementara gajah bertahan?Jawabannya ada pada kombinasi antara adaptasi, lokasi, dan keberuntungan evolusi.
Gajah modern hidup di wilayah tropis yang relatif stabil suhunya, lebih sedikit mengalami guncangan iklim ekstrem dibanding wilayah tempat megafauna lain berkembang. Struktur sosial gajah yang sangat kuat hidup dalam kawanan matriarkal, menjaga anak bersama-sama juga meningkatkan peluang bertahan. Singkatnya: mereka membesar pada saat yang tepat, di tempat yang tepat, dengan strategi sosial yang tepat.Namun kelebihan itu justru menjadi ancaman baru di masa sekarang.
Tubuh besar butuh ruangyang besar pula. Setiap harinya gajah memerlukan puluhan kilometer untuk berpindah, mencari makan, dan menjaga keseimbangan ekosistem. Ketika ruang itu hilang, kelebihan yang dulu menguntungkan bisa berubah menjadi beban yang mematikan.Padahal, gajah bukan sekadar pengguna hutan mereka adalah penjaganya. Banyak orang tidak menyadari bahwa gajah bekerja sebagai “insinyur ekosistem”.
Ketika gajah mendorong pohon tumbang atau membuka jalur di semak belukar, mereka sebenarnya memberi kesempatan bagi sinar matahari menerangi lantai hutan dan memicu tumbuhnya tunas baru. Biji-bijian dari tanaman hutan tersebar jauh lewat kotoran gajah. Tanpa gajah, regenerasi alami itu melemah.
Keanekaragaman menurun, jalur satwa mengecil, dan hutan perlahan kehilangan vitalitasnya. Jika hutan adalah paru-paru, maka gajah adalah salah satu alveoli atau cabang kecil paru-paruyang menjaganya tetap bernapas.Namun alveoli itu kini menyusut.
Di Riau, terutama TNTN, hutan yang dulu luas dan menjadi rumah bagi populasi gajah kini berubah menjadi lanskap terfragmentasi. Puluhan ribu hektare hutan berubah menjadi kebun, dan fragmen-fragmen kecil yang tersisa tidak lagi tersambung. Fragmentasi ini lebih berbahaya daripada predator apa pun.
Gajah tidak bisa hidup dalam kantong hutan kecil mereka butuh ruang yang lapang untuk mempertahankan ritme hidupnya.Dalam keadaan itulah, suara para penjaga gajah menjadi penting. Dalam sebuah wawancara, seorang mahout yang merawat Domang, anak gajah TNTN yang menjadi salah satu simbol perjuangan konservasi mengucapkan kalimat yang sederhana namun menghentak:“Mending saya nggak ada daripada mereka nggak ada.”Kalimat itu bukan drama, itu kejujuran dari seseorang yang setiap hari hidup bersama gajah dan menyaksikan bagaimana dunia raksasa ini terus menyempit.
Ia menunjukkan bahwa bagi sebagian manusia, gajah bukan sekadar satwa liar, melainkan keluarga, tanggung jawab moral, dan alasan untuk terus bertahan.Itulah sebabnya konservasi di Riau sangat menentukan masa depan gajah Sumatra. Populasi gajah di pulau ini diperkirakan hanya tersisa beberapa ratus ekor, dan sebagian besar bergantung pada ruang hutan yang tersisa di provinsi ini.
TNTN adalah jantung habitat gajah. Menyelamatkan kawasan ini berarti menyelamatkan jalur jelajah, sumber makan, dan keberlanjutan sosial gajah yang bergantung pada ruang. Lebih dari itu, menjaga TNTN berarti melindungi hutan dataran rendah Sumatra, salah satu ekosistem paling berharga yang masih kita miliki.
Pada akhirnya, nasib gajah bukan sekadar kisah tentang satwa besar yang tersisih oleh modernisasi. Ini adalah cermin yang memantulkan pilihan manusia: apakah kita membiarkan satu-satunya raksasa darat yang tersisa hilang begitu saja, atau memilih untuk menjaganya sebagai bagian dari warisan alam kita? Gajah telah bertahan dari zaman es, perubahan iklim ekstrem, hingga kepunahan massal.
Namun musuh paling mematikan mereka justru lahir saat manusia menguasai ruang mereka.Jika suatu hari anak cucu kita bertanya, “Mengapa tak ada lagi raksasa di negeri ini?”, jawaban kita tidak boleh menjadi, “Karena kita membiarkannya pergi.” Selama gajah masih melangkah di hutan Riau, masih ada kesempatan memperbaiki dunia yang mengecil ini. Karena ketika kita menyelamatkan gajah, sesungguhnya kita juga sedang menyelamatkan diri kita sendiri.***
Himadikum dan MAPALA UMRI Tinjau Langsung Dampak Banjir di Desa Garoga Tapanuli Selatan
Tapanuli Selatan (PelalawanPos)— Ketua Himpunan Mahasiswa Hukum (Hi.
DPP IKA UIR Salurkan 1 Colt Diesel Bantuan Tahap Awal untuk Korban Banjir di Sumatera Barat
Pekanbaru (PelalawanPos)— Musibah banjir yang melanda sejumlah wila.
JMSI Resmi Usulkan Dahlan Iskan Sebagai Penerima Anugerah Dewan Pers 2025 Kategori Spirit Media Baru
Jakarta (PelalawanPos.co)- Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) resm.
HIMA PERSIS Pelalawan Salurkan Bantuan Kemanusiaan untuk Korban Bencana di Aceh, Sumut, dan Sumbar
Pangkalan Kerinci (PelalawanPos)-Pimpinan Daerah Himpunan Mahasiswa P.
Bantuan Kemanusiaan Pelalawan untuk Korban Bencana Solok Telah Diserahkan
Sumbar (PelalawanPos – Bantuan kemanusiaan dari Pemerintah Ka.
AMPMP Demo RAPP, Bupati Zukri Bubarkan Semua Tim Tanaman Kehidupan di Kabupaten Pelalawan
PELALAWAN (Pelalawanpos) - Aliansi Mahasiswa Peduli Masyarakat Pelal.








