Meledak, Peserta Riau Edutech Campus Summit 2025 Penuhi Gelanggang Remaja
Panwascam Pangakalan Kerinci Tertibkan Ratusan APK
Suami Selingkuh, Istri ASN Diskop Pekanbaru Ini Lapor ke BKPSDM
Penulis: Iswadi M.Yazid
Kemerdekaan Pasca-Seremonial: Dari Panggung Upacara ke Tanggung Jawab Sehari-Hari

PelalawanPos.co-Hiruk pikuk peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia baru saja usai. Di alun-alun, halaman sekolah, kantor pemerintahan, hingga pelosok desa, rakyat tumpah ruah dengan gegap gempita. Merah putih berkibar, lomba-lomba berlangsung, dan pidato kenegaraan bergema. Ada rasa syukur, ada kebanggaan, ada nostalgia perjuangan.
Namun pertanyaan pentingnya adalah: setelah bendera diturunkan, panggung dibongkar, dan lomba dihentikan, apa yang tersisa dari kemerdekaan? Apakah ia sekadar seremonial tahunan, atau menjadi energi yang menyalakan tanggung jawab moral untuk membangun bangsa ini?
Kemerdekaan: Warisan dan Amanah
Sejarah mencatat bagaimana darah dan air mata para pejuang, termasuk para ulama, menjadi fondasi tegaknya NKRI. Resolusi Jihad yang digelorakan KH Hasyim Asy’ari, perjuangan Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, hingga tokoh nasionalis lain, membuktikan bahwa kemerdekaan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan yang disertai pengorbanan.
Dari perspektif Islam, kemerdekaan adalah amanah Allah SWT. Al-Qur’an menegaskan: “Dan hendaklah kamu berbuat baik karena Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 195).
Kebaikan itu bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk masyarakat, bangsa, dan negara. Maka, memelihara kemerdekaan sama nilainya dengan menjaga amanah dari Sang Khalik.
Tantangan Pasca 80 Tahun Merdeka
Delapan dekade merdeka adalah usia yang matang bagi sebuah bangsa. Namun, jujur harus diakui, perjalanan ini tidak bebas dari problem. Ada tantangan besar yang menguji sejauh mana kita benar-benar “merdeka”:
(1) Penjajahan Gaya Baru – Kita memang bebas dari kolonialisme fisik, tapi masih terjajah oleh korupsi, narkoba, hoaks, konsumerisme, dan budaya instan.(2) Ketimpangan Sosial – Masih banyak warga yang hidup di garis kemiskinan, sulit mengakses pendidikan dan kesehatan yang layak.(3) Kerapuhan Moral dan Keluarga – Angka perceraian meningkat, kekerasan dalam rumah tangga marak, generasi muda rentan terhadap narkoba dan pornografi.(4) Era Digital yang Mengguncang – Informasi berlimpah, tapi literasi lemah. Generasi muda bisa kehilangan arah jika tidak diarahkan. Di sinilah kemerdekaan diuji. Apakah bangsa ini sekadar merdeka secara politik, atau juga merdeka secara sosial, ekonomi, moral, dan spiritual?
Merdeka Bermula dari Keluarga
Kemerdekaan bangsa sangat erat kaitannya dengan ketahanan keluarga. Keluarga adalah madrasah pertama. Dari sanalah lahir generasi yang jujur atau korup, rajin atau malas, visioner atau pragmatis.Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari-Muslim).
Pemimpin yang pertama adalah ayah dan ibu di rumah. Bila keluarga rapuh, maka bangsa akan ikut rapuh. Sebaliknya, bila keluarga kuat, penuh nilai iman, ilmu, dan akhlak, maka bangsa ini akan tumbuh kokoh. Maka, pasca HUT kemerdekaan ke-80 ini, penting untuk menggeser fokus: dari seremonial besar ke pembangunan keluarga.
Mari jadikan kemerdekaan sebagai spirit memperkuat pernikahan yang sehat, mendidik anak dengan kasih sayang, dan membangun ketahanan keluarga yang menjadi benteng peradaban.
Islam dan Tanggung Jawab Sosial
Islam tidak hanya bicara soal ibadah ritual, tetapi juga ibadah sosial. Kemerdekaan adalah momentum untuk menguatkan solidaritas. Jangan sampai kita sibuk dengan pesta, tapi lupa dengan tetangga yang kelaparan.
Prinsip ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan) menuntut agar perbedaan suku, agama, dan pandangan politik tidak menjadi penghalang untuk membangun negeri. Justru keragaman adalah kekuatan. Peran ulama, tokoh masyarakat, dan generasi muda sangat penting untuk menjaga persatuan dan memberi keteladanan.
Dari Seremonial ke Tanggung Jawab Sehari-hari Esensi “kemerdekaan pasca-seremonial” adalah mengubah semangat euforia menjadi gerakan nyata sehari-hari(1). Bagi pemerintah → melayani rakyat dengan tulus, transparan, bebas dari korupsi.(2). Bagi masyarakat → bekerja keras, jujur, menjaga solidaritas, serta taat hukum. (3).Bagi generasi muda → berkarya di era digital dengan konten yang mencerahkan, bukan merusak.(4) Bagi keluarga → menjaga pernikahan, mendidik anak, dan menanamkan nilai iman serta nasionalisme.(5) Inilah wujud kemerdekaan sejati: bukan sekadar bebas, tapi bertanggung jawab.
Penutup
Delapan puluh tahun sudah Indonesia merdeka. Kita patut bangga, tetapi jangan cepat puas. Kemerdekaan bukan sekadar warisan untuk dirayakan, melainkan amanah untuk dipertanggungjawabkan.
Pasca seremonial kemerdekaan, mari kita jadikan momentum ini sebagai panggilan hati: dari euforia ke karya, dari nostalgia ke tanggung jawab, dari upacara ke pengabdian nyata. Kemerdekaan hanya akan bermakna jika benar-benar diisi dengan kerja nyata, solidaritas sosial, dan keluarga yang kuat. Dari sanalah lahir bangsa yang kokoh, berdaulat, dan bermartabat—sebuah bangsa yang merdeka lahir dan batyan***
Demo Boleh, Asal Elegan: Pesan Ketum IKA UIR untuk Mahasiswa
Pekanbaru (PelalawanPos.co)- Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Isl.
Demo sebagai Hak Demokrasi, Bukan Alat Anarkisme
PelalawanPos.co- Demonstrasi merupakan hak setiap warga negara yang d.
Ketua Komisariat UNRI: HMI Cabang Pekanbaru Kehilangan Nyali Suarakan Kasus Driver Ojol Tewas
Pekanbaru (PelalawanPos.co)-Insiden tragis yang menimpa seorang drive.
Verifikasi Rampung, Hendry Ch Bangun Mantap Menuju Kongres Persatuan PWI 2025
JAKARTA (PelalawanPos.co)-Proses verifikasi bakal calon Ketua Umum da.
Sungai Kiyap Jaya Tercemar Limbah Dari Pabrik PT. SISL
PELALAWAN (Pelalawanpos)— Limbah pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (PMKS) PT Sri Indrapura .
Semarak Panen Raya, Bupati Pelalawan dan Kapolda Riau Panen Jagung Pipil Belasan Ton
Pangkalan Kerinci (PelalawanPos.co)-Suasana penuh semangat dan kekomp.