Kata Pengamat, Suara PPP di Pemilu 2024 Bakal Merosot

Selasa, 13 September 2022

Jakarta,Pelalawanpos.co - Suharso Monoarfa dipecat dari Ketua Umum PPP melalui forum Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) yang digelar pada Minggu (4/9/2022). Suharso dipecat imbas pernyataan "amplop kiai". Sebagai gantinya, Muhamad Mardiono ditunjuk sebagai Plt Ketua Umum PPP.

Pasca dicopotnya Suharso ini lah yang kemudian memunculkan banyak friksi ditengah masyarakat. Ada yang bilang, PPP bakal alami penurunan suara pada pemilu 2024 mendatang. Kemudian, ada juga yang memprediksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akan angkat kaki dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dibentuknya bersama Partai Golkar dan PAN.

Ini dilihat dari persoalan internal partai yang mengalami turbulensi (pergolakan) politik dari pergantian kepemimpinan.

Seperti yang disampaikan Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama Ari Junaedi sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

“Dengan turbulensi di internal PPP, bisa jadi arah kemudi partai di bawah nakhoda yang baru bisa tetap istiqamah dengan kebijakan ketua umum yang lama atau justru mengalihkan arah perahu ke dermaga koalisi yang lain,” kata Ari.

Dikatakan Ari, jika memang hengkang dari KIB, diduga PPP akan merapat lagi ke PDI Perjuangan atau Partai Gerindra.

Sebab dengan PDI-P, PPP punya faktor historis duet presiden dan wakil presiden yakni Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz.

“PPP lebih sreg bergandengan dengan koalisi yang berintikan PDI-P atau Gerindra,” ujarnya.

Merosot

Terlepas dari dinamika tersebut, Ari memprediksi perolehan suara PPP bakal merosot pada Pemilu 2024.

Ari mengatakan konflik internal partai, menjadi satu di antara pemicu yang membuat partai berlambang ka'bah itu akan mengalami penurunan suara.

Ini tak lepas dari konflik internal PPP beberapa waktu terakhir, di antaranya pelengseran Suharso Monoarfa dari kursi ketua umum partai berlambang Kabah itu.

"Konflik internal PPP sangat berdampak terhadap soliditas dan proses kerja-kerja politik dalam menaikkan elektoral," kata Ari.

Dikatakan Ari, konflik internal PPP bukan sekali ini saja terjadi. Pada 2017-2018 lalu, terjadi dualisme kepemimpinan antara Romahurmuziy dan Djan Faridz.

Setelahnya, pada 2019, PPP digoyang kasus korupsi yang menjerat ketua umumnya, Romahurmuziy.

Padahal, 2015 silam, kasus korupsi juga sempat menjegal Ketua Umum PPP yang juga Menteri Agama era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Suryadharma Ali.

Menurut Ari, konflik demi konflik di tubuh PPP terjadi akibat kegagalan manajerial kepemimpinan di partai tersebut.

"Saya begitu khawatir perolehan suara PPP dari pemilu ke pemilu akan terus merosot karena partai ini lebih disibukkan dengan urusan rumah tangganya sendiri," ujarnya.

Dengan besarnya turbulensi ini, bisa jadi arah kemudi PPP berubah di bawah nakhoda baru.

"Bisa tetap istikamah dengan kebijakan ketua umum yang lama atau justru mengalihkan arah perahu ke dermaga koalisi yang lain," kata Ari.

Seandainya pun PPP memilih hengkang dari KIB, Ari yakin partai itu akan merapat ke koalisi yang berpotensi menang dan menawarkan keuntungan besar.

Melihat rekam jejak dan basis pendukung partai, menurut Ari, terbuka kemungkinan PPP merapat ke koalisi PDI Perjuangan atau Gerindra, bukan ke kubu Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Sementara, lanjut Ari, kendati basis massa PPP juga berasal dari kelompok muslim, namun segmennya berbeda dengan basis massa PKS.

"Jika dilihat Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta) lebih condong ke PKS, tentu PPP lebih sreg bergandengan dengan koalisi yang berintikan PDI-P atau Gerindra," kata dosen Universitas Indonesia itu.(*)